Tentu Anda heran kan kenapa orang kaya yang suka koleksi barang-barang antik dan branded, mereka makin kaya saja?
Barang antik dan branded itu bukan kebutuhan primer hidup, punya manfaat primer juga tidak, kategori amal saleh juga bukan, kategori misi kemanusiaan, bukan, apalagi kategori amal akhirat, jelas-jelas bukan.
Koleksi barang antik dan branded itu cuma kesenangan belaka, kesenangannya orang berduit, tapi anehnya mereka makin kaya raya saja, padahal uangnya diroyal-royalkan untuk sesuatu yang tidak begitu bermanfaat efektif.
Apa si rahasianya?
Ilmu ini saya peroleh sesudah saya suka mengoleksi bonsai. Bonsai, tentu Anda tidak perlu dijelaskan harganya.
Semua bonsai milik saya itu beli, tidak ada yang pemberian atau dongkelan sendiri.
Sejak kecil saya penyuka tanaman hias, sehingga di mana pun saya menetap pasti ulah saya menanam tanaman hias. Lama kelamaan saya mengenali dan menyukai bonsai. Karena penyuka, otomatis hati saya menikmati keindahannya.
Sekedar peroleh rasa indah bonsai dan tanaman hias, sebenarnya tidak harus beli mahal-mahal. Minta ke teman, bisa, dongkel lalu budidaya sendiri, bisa. Lalu kenapa harus beli mahal?
Di sini permainan rasanya, dan di sini letak selisih kenapa mereka yang obral-obral duit untuk koleksi barang-barang antik dan branded makin kaya saja. Rahasianya itu pada permainan rasa.
Ketika saya menyaksikan bonsai-bonsai milik saya itu yang saya nikmati dengan puas itu “harganya” bukan puas dengan “indahnya”. Saya puas bonsai ini harganya segini, bonsai ini segini. Betul-betul yang saya nikmati harga mahalnya.
Puas dengan harga mahalnya itu yang jadikan rezeki makin mengalir deras, dan akhirnya mereka yang obral-obral duit untuk barang antik dan mahal makin kaya saja.
Di kampung banyak pengoleksi bonsai, tapi rezekinya stagnan saja, itu karena yang dinikmati dengan kesaksian hatinya cuma indahnya, mereka puas dengan nilai seninya. Lah indah emang ada duitnya?
Ini kenapa para seniman rata-rata kesulitan finansial? Itu karena kepuasan hati mereka pada kepuasan nilai seni, pada keindahannya.
Sebaliknya kenapa pedagang punya duit? Karena mereka puasnya dengan duit berupa modal besar untuk putar dagangan lagi dan puas keuntungan besar.
Demikian pula trik hati ketika Anda beli barang branded yang lain, kemana kepuasan batin Anda, puaslah dengan harganya bukan dengan kualitas barangnya. Ini ilmunya Syahrini kenapa ia makin kaya raya saja dengan koleksi barang brandednya.
Begitu pula sedekah. Sedekah kok cuma turuti rasa dernawan dan rasa kasihan, ya Anda cuma dapat pahala, selanjutnya Anda cuma jadi orang penolong, sementara rezeki sendiri seret.
Baim Wong, Rusydi Hamka, Yusuf Mansur, kenapa mereka dermawan tapi makin kaya raya, itu sebab kepuasan hati mereka bukan pada nilai dermanya, tapi pada nilai kayanya, mereka puas punya uang lalu mereka berderma.
“Saya orang punya duit, karena ini saya berbagi,” itu kepuasan mereka, bukan, “Saya orang dermawan karena ini saya berbagi.”
Kemana kepuasan hati Anda ketika Anda belanjakan uang? Di situ respons alam semesta akan bertindak. Karena itu,
عَنْ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
“Dari Umar, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; barangsiapa niat hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan.” (H.R. Bukhari)
Nah kalau Anda puasnya hati dengan irit yang artinya puas dengan uang sedikit, apa yang akan terjadi? Mikir!
Muhammad Nurul Banan
Gus Banan