Misal, handphone retak cassing dan layarnya, dipicu rasa tidak punya uang, diterima-terimakan cassing-nya diikat karet dan diterimakan gunakan handphone dengan layar retak. Dan di hatinya ada “rasa menerima” dengan kondisi handphone yang seperti itu.
Pakai kaos pemberian caleg DPRD, padahal kaos gratis karena kampanye Pilkada itu ya kaos murahan banget, lalu dengan “rasa menerima” kaos gratisan kampanye itu dipakai untuk aktifitas sehari-hari layaknya kaos harian. Di hatinya ada rasa sebagai orang tidak punya sehingga menerima saja kaos gratis murahan.
Kaca mata patah gagang frame-nya, merasa orang tidak punya, masih merasa berat beli yang baru, lalu disambung-sambung sendiri dengan dibungkus selang plastik dan dilem pakai lem G, terus dipakai dengan rasa menerima tulus.
Itu contoh model-model orang yang hatinya “neriman” dengan harta, biasanya mereka berdalih menerima hidup apa adanya.
Sadar tidak, Al-Qur’an jelas menempatkan Anda sebagai makhluk paling mulia, iya Anda manusia adalah martabat penciptaan tertinggi dan termuliakan.
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (Q.S. Al-Isrâ’ : 70)
Lah makhluk tinggi tertinggikan, mulia termuliakan, lah kok “neriman” dengan handphone rusak, “neriman” pada kaos gratis murahan, “neriman” dengan frame kaca mata patah? Layak, enggak?
Ini loh yang harus jadi catatan Anda, kalau mobil Toyota Land Cruiser 300 yang merupakan level mobil mewah artinya mobil yang levelnya lebih sempurna penciptaannya ketimbang mobil Toyota lainnya, lalu dipaksakan pakai onderdil murahan akal-akalan dari onderdil Toyota Avanza, apa kira-kira Land Cruiser-nya tidak ringsek sekalian?
Sekarang Anda makhluk termulia, diterima-terimakan dengan rasa menerima besar dengan handphone retak cassing dan layarnya yang artinya menerimakan diri dengan barang “sampah”, kira-kira makin ringsek, tidak?
Hal ini yang jadikan rezeki Anda ringsek, keluarga Anda ringsek, karir Anda ringsek, dan tubuh fisik Anda juga jadinya sakit-sakitan, dan penyebabnya ternyata sepele, hanya karena Anda punya rasa “neriman” dalam perihal harta.
Anda amati saja, orang yang gemar “neriman” dengan harta, mereka makin dicekik kemiskinan, penyakit dan masalah ruwet.
Salah sendiri, penciptaan kemuliaan diri sendiri tidak disadari, tidak disyukuri, malah tertipu oleh harga cassing handphone, harga kaos oblong, harga frame kaca mata. Siapa yang goblok?
Cepat-cepat taubat ya Anda yang gemar akal-akalan barang bekas, akal-akalan barang kawe, akal-akalan barang rusak, sedikit pasang gengsi lah dengan harta, sayangi kemuliaan diri Anda sebagai makhluk termulia.
Umpama sangat darurat Anda pakai barang rusak yang diakali, tapi ya di hati jangan ada rasa menerima, di hati tetap pasang gengsi dan berjanji akan ganti yang lebih baik lagi, karena yang jadi titik masalah adalah “rasa nerimannya”.
Beda masalah kalau Anda pakai barang rusak yang diakal-akal tapi ada tujuan memuliakan jiwa manusia, ini tidak masalah.
Contoh, Anda bertahan pakai handphone rusak demi bisa sekolah. Sekolah itu demi ilmu, ilmu itu kemuliaan jiwa.
Contoh lagi, Anda menerimakan pakai motor tua karena uangnya dipakai menabung naik haji. Naik haji itu ibadah, ibadah itu memuliakan jiwa.
Yang jadi titik masalah adalah rasa “neriman” pada harta karena dipicu rasa tidak berdaya sebagai orang yang pas-pasan rezekinya, ini yang sudah pasti Anda ringsek sekalian hidupnya.
Kalau pemicunya “neriman” dengan harta, mendingan jadi Maria Ozawa, walaupun norak dan vulgar, ia masih selera beli barang mahal, tidak kalah mental dengan harta.
Nabi Muhammad S.A.W minatnya hidup sederhana, walaupun beliau sudah kaya semenjak sebelum menikah dengan Khadijah R.A., tapi beliau tidak pernah mau “neriman” pada harta. Iya, kurma sedekah saja beliau tidak berkenan memakan, sebab beliau merasa mulia, masa didudukkan seperti level pengemis yang layak terima receh 500-an.
Beliau kerap menunjukkan kehidupan yang sederhana, semisal perut diganjal batu karena 3 hari belum makan, tapi itu beliau jalani hidup sesederhana itu ada tujuan “memuliakan jiwa”, bukan dengan dasar “neriman” pada harta.
Muhammad Nurul Banan
Gus Banan