MANUNGGAL UANG DENGAN-NYA

Wujud diri Anda itu semu, disebut ada ternyata tiada, disebut tiada ternyata ada.

 

Coba Anda puja-puji diri Anda sendiri di depan orang lain bahwa Anda hebat, cantik, mempesona, Anda dicibiri narsis, kan? Diri Anda sendiri, yang kasih makan dan merawatnya itu Anda sendiri, ketika sakit juga diri Anda yang merasakan deritanya, lah kok ingin memuji diri saja dituduh-tuduh narsis, Anda tidak diberi hak bebas memuji diri. Kan seolah Anda tidak memiliki diri sendiri, Anda ada tapi tiada.

 

Anda berkarya di publik, tujuannya agar diri Anda masyhur, lah dikatakan tercela. Diri Anda sendiri, lantas Anda ingin memasyhurkan diri kok tidak boleh? Anda itu ada apa tidak?

Namun mau disebut tiada, diri Anda ya ada, karena kalau diri Anda lapar, ya Anda yang harus kasih makan, Anda mengantuk ya Anda yang harus menidurkannya, kalau sakit ya Anda yang merasakannya dan bertanggung jawab menyehatkannya, dan seterusnya.

 

Menyakitkan, kan? Katanya diri Anda punya Anda sendiri, dipuji tidak boleh, dimasyhurlan tidak boleh, ditonjol-tonjolkan todak boleh. Kan parah Itu artinya dalam diri Anda ada identitas lain yang harus Anda cari dan temukan. Terus diri lain di dalam diri Anda itu identitasnya, siapa?

 

Maka jangan heran kalau para sufi sedemikian hebat bekerja dalam spiritual karena persoalan ada identitas lain di dalam dirinya.

 

Abdul Aziz Ad-Dabagh, ia termasuk salah satu wali Allah pernah ditegur oleh malaikat. Malaikat melihat namanya ada di lembaran kitab Lauhul Mahfuzh tercatat sebagai deretan penghuni neraka.

“Kenapa kamu tetap tekun ibadah, di Lauhul Mahfuzh kamu tercatat sebagai ahli neraka? Mau ibadah setaat apapun kamu tetap jadi penghuni neraka,” tegur malaikat.

 

Ad-Dabagh menanggapi, “Hai malaikat, surga dan neraka bukan urusanku. Aku diciptakan oleh Allah hanya untuk beribadah kepada-Nya, sebagaimana Dia berfirman, “Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku, mau aku masuk surga atau neraka Itu hak Allah. Bukan urusanku.”

 

Lalu di suatu ketika malaikat kembali ke Lauhul Mahfuzh dan melihat namanya telah dirubah oleh Allah menjadi penghuni surga. Dan malaikat pun memberitakan kepada Ad-Dabagh.

Ad-Dabagh menjawab, “Syukurlah. Tapi sekali lagi hai malaikat, surga dan neraka bukan urusanku aku beribadah hanya untuk menggapai ridha-Nya, kalau Dia ridha aku di neraka, ya itulah tujuanku.”

 

Kalau Anda kerja keras untuk diri saya, lalu Anda saya upah dengan siksaan sadis, Anda mau? Pinginnya diupah duit banyak kan? Abdul Aziz Ad-Dabagh sedemikian hebat meruntuhkan ego state-nya untuk ibadah dan taat kepada-Nya namun tidak lagi berharap upah duit banyak, namun diupah siksaan neraka juga tidak masalah.

 

Sedemikian hebat Ad-Dabagh ditarik ke dalam diri lain di dalam dirinya, ya karena dia sadar sepenuhnya kalau “identitasnya itu semu, ada identitas lain yang wujud nyata di dalam dirinya.

 

Jadi ya wajar kalau Syaikh Siti Jenar kemudian berani terang-terangan ungkapkan identitas ini. Siti Jenar lantas lahirkan konsep Manunggaling Kawula Gusti.

 

Identitas lain di dalam diri Anda itu punya power kuat maha dahsyat untuk mengontrol dan mengendalikan diri Anda. Cobalah Anda mencuri, pasti jantung Anda berdetak lebih keras dan lebih kencang saat Anda beraksi mencuri, itu sebenarnya kontrol dari identitas lain di dalam diri Anda bahwa perbuatan mencuri Anda itu tidak sesuai dengan identitas lain tersebut.

 

Dalam persoalan rezeki pun begitu. Kalau Anda menyimpan rezeki, Dia pun akan simpan rezeki-Nya untuk Anda. Kalau Anda hitung-hitungan rezeki, Dia pun akan hitung-hitungan rezeki-Nya untuk Anda.

 

وعن أَسماءَ بنتِ أَبي بكرٍ الصّديق رضي اللَّه عنهما قالت: قَالَ لي رسولُ اللَّه ﷺ: لا تُوكِي فيُوكَى عليكِ.

وفي روايةٍ: أَنْفِقِي، أَو انْفَحِي، أَو انْضِحِي، وَلا تُحْصِي فَيُحْصِيَ اللَّهُ عَلَيكِ، وَلا تُوعِي فيُوعِيَ اللَّهُ عَلَيْكِ.

 

“Dari Asma’ binti Abi Bakr, Rasulullah S.A.W bersabda padaku, “Janganlah engkau menyimpan harta (tanpa membelanjakannya) nanti Allah akan menahan rezeki untukmu.” Dalam riwayat lain disebutkan, “Belanjakanlah hartamu. Janganlah engkau menghitung-hitungnya, nanti Allah akan berhitung rezeki kepadamu. Jangan kamu tutup rapat guci menyimpan makanan nanti Allah akan menutup rezekimu.” (H.R. Bukhari)

 

Punya uang 100 ribu, lalu Anda pingin sate, saking khawatirnya uang menipis, lalu Anda tahan-tahan agar uang 100 ribunya tidak boncos. Di saat itu Anda bersikap menyimpan harta, dan di saat itu pula justru Tuhan menyimpan rezeki-Nya untuk Anda.

 

Ketika Anda menghitung pengeluaran dan pemasukan uang Anda, di situ pun Tuhan akan menghitung masuk dan keluarnya uang Anda. Saat itu rezeki Anda jadi pas-pasan.

 

Kenapa itu terjadi? Karena di dalam diri Anda ada identitas lain yang lebih kuasa dari Anda. Kalau Anda hitung-hitungan uang dengan diri Anda, Dia pun menghitung rezeki-Nya untuk Anda, kalau Anda menyimpan harta Anda, Dia pun menyimpan harta-Nya untuk Anda.

 

Karena itu pula kalau Anda berperasaan miskin, Dia pun berikan kemiskinan kepada Anda, kalau Anda berperasaan kaya, Dia pun berikan kekayaan-Nya kepada Anda.

 

وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللَّه

 

“Barangsiapa merasa kaya, maka Allah akan mengkayakan-Nya.” (H.R. Muttafaq ‘Alaih)

 

Jadi disini menjadi jelas, kalau Anda ingin Dia dermawan kepada Anda, maka Anda harus dermawan. Kalau Anda ingin Dia pelit, ya Anda pelitlah. Kalau Anda ingin Dia irit, ya Anda iritlah. Kalau Anda ingin Dia beri kekayaan, ya Anda bersikap dan berperasaanlah kaya. Kalau Anda ingin Dia memiskinkan Anda, ya Anda bersikap dan berperasaan miskinlah. Kalau Anda ingin Dia berhitung kasih rezeki kepada Anda, ya Anda hitung-hutunglah keluar-masuknya uang Anda. Dan seterusnya.

 

Ya ada sistem kemanunggalan antara uang Anda dan uang-Nya, karena hakikatnya diri Anda itu semu, yang Nyata dan Ada hanya Dia.

 

Muhammad Nurul Banan

Gus Banan

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top