KEBAIKANMU YANG JADIKAN ANAKMU WARAS, SHALEH, BERUNTUNG, HOKI DAN BERKUALITAS

Ini juga nasehat untuk diri saya sendiri. Semoga dengan saya tulis dan saya share menjadi taufiq bagi saya untuk konsisten mengamalkannya.

 

Saat Musa A.S. berguru kepada Khidhir A.S., salah satu prilaku Khidhir yang bikin Musa terperangah heran adalah saat keduanya tiba di sebuah desa yang dihuni penduduk yang mayoritas kikir.

 

Keduanya mencari orang-orang yang berkenan menjamu. Namun, tidak mendapatinya seorang pun. Meski demikian, Khidir tetap memperbaiki sebuah dinding rumah di kampung tersebut yang nyaris roboh.

 

Lagi-lagi merupakan perkara aneh. Mereka diketahui sebagai kaum yang kikir, namun Khidir mau memperbaiki dinding rumah mereka tanpa mendapat imbalan apa pun. Dipeliti malah Khidhir membantu dengan sukarela.

 

“Adapun dinding (rumah) itu adalah milik dua anak yatim di kota tersebut dan di bawahnya tersimpan harta milik mereka berdua, sedangkan ayah mereka orang saleh. Maka, Tuhanmu menghendaki agar keduanya mencapai usia dewasa dan mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhanmu. Aku tidak melakukannya berdasarkan kemauanku (sendiri). Itulah makna sesuatu yang engkau tidak mampu bersabar terhadapnya,” pungkas Khidir. (Q.S. Al Kahfi : 82)

 

Si orang tua shaleh ini meninggalkan harta terpendam di bawah rumah untuk biaya hidup kedua anak yatimnya, kalau rumahnya roboh, dikhawatirlan harta terpendam tersebut ditemukan oleh warga desa yang rakus-rakus dan kikir sehingga kedua anak yatim berpotensi terlantar dalam kemiskinan.

 

Allah menjaga kebaikan masa depan kedua anak yatim tersebut lantaran kesalehan orang tuanya.

 

Orang tua si anak yatim itu orang shaleh. Disebut orang shaleh tentu semasa hidupnya memang lebih banyak perbuatan baiknya ketimbang buruknya.

 

Jadi jelas, amal saleh alias perbuatan baik kita itu bisa menjaga anak keturunan kita dari nasib sial dan naas.

 

Saya ada seorang teman, sebenarnya dia tidak begitu cerdas, dulu waktu di pesantren kecerdasan akademiknya jauh di bawah saya. Namun saat ini teman saya tersebut menjadi ulama besar, punya pesantren dengan ribuan santri.

 

Ternyata ayah beliau yang sangat ikhlas, sabar, istiqamah, dan teguh hati.

 

Sang ayah juga seorang ulama, namun santrinya masih sedikit. Santri sedikit tidak pernah jadikan beliau patah semangat, beliau dengan istiqamah, telaten, sabar, gigih, dan teguh hati mengajar dan membina santri-santrinya.

 

Efek dari amal saleh sang ayah, putranya terus berkembang pesat derajat keulamaannya, seolah si putra itu hidup dengan terus dikuntit keberuntungan-keberuntungan. Energi keberuntungan si putra sangat power full.

 

Anda lihat fenomena Gus Iqdam. Sebagai ulama muda, beliau ilmiah tidak, tapi energi hokinya sangat tinggi. Cerdas tidak, tapi kalimat-kalimat hikmah yang keluar dari mulut beliau begitu mengena di hati umat. Hidup beliau selalu diburu hoki dan keberuntungan.

 

Fenomena Gus Iqdam itu pasti support energi dari kesalehan dan kebaikan orang tuanya.

 

Guru saya kerjaan hariannya istiqamah mengajar para santri, sisa waktunya sangat disiplin mengerjakan berbagai wirid dan zikir rutin harian beliau, putra-putra beliau, semua menjadi ulama besar, alim, dan hidup penuh keberlimpahan.

 

KH Maimun Zubair, putra-putranya yang begitu banyak menjadi ulama besar semua, putri-putrinya menjadi istri ulama besar semua, itu indikasi KH Maimun Zubair orang shaleh yang sepanjang hidupnya banyak mengerjakan perbuatan baik.

 

Manusia itu makhluk generarif, dimana energi-energinya, baik energi positif maupun negatif yang dikumpulkan selama hidup akan diturunkan powernya kepada anak-anaknya.

 

Sementara segala hal itu bisa hidup dengan sehat, bertumbuh, berkembang dan produktif, apabila terima kebaikan-kebaikan.

 

Apapun yang tidak terima kebaikan akan binasa. Tanaman hias di halaman rumah Anda kalau tidak terima kebaikan air, hara dan sinar matahari ya sekarat lalu binasa. Demikian pula diri Anda.

 

Dan energi kebaikan atau energi amal saleh yang Anda kerjakan itu akan terkumpul, itu yang akan terwariskan ke anak sebagai support energy.

 

Kalau energi yang terkumpul energi kebaikan ya anak Anda menjadi waras, shaleh, penuh keberuntungan, penuh hoki dan berkualitas.

 

Sebaliknya kalau energi keburukan yang terkumpul itu akan binasakan anak-anak Anda untuk hidup waras, shaleh dan beruntung. Anak-anaknya menjadi anak-anak nista, lemah, jahat, miskin dan kurang ajar.

 

Sehingga bisa buat “titenan” (pengamatan), kalau anak-anak keturunan seseorang tumbuh menjadi anak-anak hebat, berkualitas, penuh hoki dan keberuntungan, itu bisa menjadi salah satu tanda bahwa dia itu orang shaleh.

 

Sebaliknya kalau anak keturunannya bejat, lemah, berandal, miskin, dan menderita, itu bisa salah satu tanda kalau orang tuanya memang bejat.

 

Namun ini hanya salah satu tanda, ya? Karena di kehidupan ini ada saja pengecualiannya. Seperti Nabi Nuh yang sangat saleh, diuji anak kufur seperti Kan’an. Itu pengecualian. Karena memang ujiannya Nabi Nuh melalui anak.

 

Ada kisah tetangga jauh saya. Selama hidup dirinya sangat rakus. Dia dengan tega menyerakahi harta warisan orang tuanya. Hak-hak warisan saudara-saudaranya diambil semua.

 

Na’ûdzubi-llâh, semua anak-anaknya jadi orang gila, sakit-sakitan dan hidup terlantar.

 

Ada lagi, seorang yang kerjaannya menyakiti tetangga, sombong dan angkuh. Ketika diberi amanah uang entah bisnis, entah tugas, sering mengorupsi. Omongannya nyelekit dan selalu merendahkan orang. Boleh dikata kerap toxic dengan orang lain.

 

Dia punya anak ganteng, talentanya si anak banyak, di sekolah juga ranking dan cerdas. Eeh tiba-tiba si anak bikin geger warga sekampung karena menghamili pacarnya. Setelah itu si anak terlilit hutang pinjol berkepanjangan. Na’ûdzubi-llâh

 

Ada lagi, orang alim ilmu agama, kerjaannya mengolok-olok dan merendahkan ustadz lain, dikiranya dirinya yang paling alim dan saleh.

 

Eeh, na’ûdzubi-llâh, anaknya jadi pemulung melarat.

 

Sudah jelas, ya? Amal saleh atau kebaikan Anda itulah yang akan bikin waras, saleh, keberuntungan, hoki, dan kualitas anak-anak Anda.

 

Nah untuk mengukur sejauh mana kebaikan dan kesalehan Anda, cek saja keseharian diri Anda.

 

Harian Anda, banyak scrool konten medsos turuti malas, apa banyak mengerjakan hal produktif? Banyak membicarakan orang lain, apa banyak mrmbicarakan visi hidup? Banyak menyakiti hati orang, apa banyak membahagiakan orang? Banyak istighfarnya apa banyak ngeluhnya? Banyak maksiatnya apa banyak taatnya?

 

Bejat lagi kerjaan hariannya dengki, menghina dan merendahkan orang, menipu, zina, atau bahkan menyekungkuhi pasangan orang lain, ya sudah kalau Anda tak lunas membayar dosanya, anak-anak Anda yang terima energi bejatnya.

 

MUHAMMAD NURUL BANAN

Gus Banan

Spiritual Prosperity

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top