KALAU BELUM BISA BERSANDAR PENUH PADA TUHAN, BERSANDAR LAH DULU PADA UANG

Bersandar penuh pada Tuhan artinya tawakal. Konsistensi tawakal adalah kecukupan;

 

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

 

“Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (kebutuhan)nya.” (Q.S. At-Thalaq: 3).

 

Basic prosperity Tuhan itu “mengalirkan rezeki” artinya Tuhan menjadi Maha Kaya (Al-Ghaniy) dengan jalan Dia senantiasa mengalirkan rezeki-Nya kepada para makhluk-Nya, semua makhluk-Nya memakan rezeki milik Tuhan.

 

Karena selalu dialirkan, di sisi Tuhan tidak pernah ada sisa apa-apa, Tuhan selalu 0 rupiah. Ekstrem, ya?

 

Selalu 0 rupiah tapi itu Tuhan malahan Maha Kaya raya.

 

Karena itu Anda yang akan ditakdirkan di level spiritual tawakal yakni level bersandar penuh pada-Nya, Anda juga akan sampai di level sadar bahwa makin sering 0 rupiah makin kaya.

 

Karena itu ciri orang di level tawakal, ia gemar “nyah-nyoh” dan “cang-cung”, gemar alirkan rezeki entah dengan belanja, berbagi, membayar, dan lain-lain namun ia makin kaya saja. Itu cirinya.

 

Makanya orang tawakal jadi kerap sepelekan upaya “menggenggam” dan “mengumpulkan”, karena ia tahu dan sadar sepenuhnya kalau jalan kaya itu justru dengan mengalirkan.

 

Untuk sampai ke level sadar tawakal, Anda akan dilewatkan di keadaan di mana Anda tidak punya kemampuan untuk kumpulkan uang. Di situ Anda dikelengerkan makin terobsesi menabung, makin berantakan finansialnya.

 

Betul-betul tidak dimampukan kumpul-kumpulkan harta, makin kumpulkan harta makin miskin atau setidaknya stagnan, makin dihemat makin belangsakan, hingga akhirnya Anda coba-coba alirkan harta dengan rasa gembira senang hati, ternyata rezeki makin nongol di sana-sini, makin tumbuh berkecambah. Di situ Anda baru tersadar, 0 rupiah makin kaya. Di level spiritual begitu, itu artinya Anda di level bersandar penuh kepada Tuhan.

 

Begitulah prosedur ke level spiritual tawakal, level bersandar penuh kepada Tuhan.

 

Sekarang kalau Anda sudah gemar mengalirkan tapi rezeki makin ruwet dan bermasalah, “nyah-nyoh” dan “cang-cung” namun makin ruwet belangsak, itu pasti ada yang belum pas. Sadar Anda belum sadar tawakal, bisa jadi sadar Anda sadar hedonis, sadar ngawur, sadar ugal-ugalan, dan seterusnya.

 

Nah titik masalahnya ketika Anda meniru-niru habis-habiskan uang tapi Anda malahan makin amburadul finansialnya. Iya, gayanya 0 rupiah, gayanya gemar belanja, gayanya dermawan, gayanya ngebos, namun hutang di sana-sini, ambruk di sana-sini, sampai-sampai jadi beban dan masalah bagi orang lain. Jelas keadaan yang demikian, Anda bukan di level tawakal, tapi di level gemblung tidak waras.

 

Sebab ini, kalau belum bisa bersandar penuh kepada Tuhan yakni level tawakal, Anda bersandar dulu kepada uang. Maksudnya?

Bersandar dulu kepada uang artinya Anda kembali ke level syariah uang dulu, menabung dulu, atur finansial dulu, merencanakan dulu, dan seterusnya.

 

Daripada antipati menabung tapi Anda makin melarat, antipati plan finansial tapi Anda merepotkan dan jadi masalah bagi orang lain. Bersandar dulu kepada uang itu jauh lebih baik.

 

Sama saja, sebelum sampai ke haqiqat, Anda berada di syariah dulu, sebelum ma’rifat, Anda thariqah dulu.

 

Karena sebenarnya persoalan “alirkan rezeki” itu cuma persoalan kesadaran, bukan persoalan tindakan.

 

Sekarang Anda menabung di bank, tapi Anda berniat alirkan duit Anda ke bank agar di bank uang Anda ditransaksikan lagi, bukankah di kesadaran demikian menabungnya Anda menjadi pengaliran harta bukan pengumpulan dan penumpukan harta? Di situ Anda bertindak “kumpulkan harta” tapi berhukum spiritual alirkan harta.

 

Anda bangun rumah mewah, tapi niat berbagi rezeki ke pemborong, ke toko bangunan, ke pekerja, ya di situ Anda bertindak kumpulkan harta namun berhukum spiritual alirkan harta.

 

Jadi soal level bersandar penuh kepada Tuhan pun hanya persoalan kesadaran dalam tindakan, sehingga level tawakal kepada Allah sebenarnya level kesadaran, yakni sadar Anda dalam mengelola finansial itu sebagai kesadaran mengalirkan ataukah kesadaran nafsu mengumpulkan.

 

Dengan Anda bersandar dulu kepada uang sebelum bersandar penuh kepada Tuhan di situ pun hanya bentuk ikhtiyar mencapai tawakal kepada Tuhan.

 

Yang bablas itu Anda sudah beraksi kumpulkan harta, lalu dimampukan oleh Tuhan, lantas Anda stagnan di level itu, lalu Anda berkesimpulan “kalau ingin kaya, kumpulkanlah hartamu”. Itu kesadaran level Qarun.

 

وَمَا لَنَا أَلَّا نَتَوَكَّلَ عَلَى اللَّهِ وَقَدْ هَدَانَا سُبُلَنَا ۚ وَلَنَصْبِرَنَّ عَلَىٰ مَا آذَيْتُمُونَا ۚ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُتَوَكِّلُونَ

 

“Dan mengapa kami tidak akan bertawakal kepada Allah, sedangkan Dia telah menunjukkan jalan kepada kami, dan kami sungguh, akan tetap bersabar terhadap gangguan yang kamu lakukan kepada kami. Dan hanya kepada Allah saja orang yang bertawakal berserah diri.” (Q.S. Ibrahim : 12).

 

Muhamnad Nurul Banan

 

Gus Banan

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top